Semboyan: Bila seseorang:
Bicara dengan mulut yang kasar bisulah ia
Mendengar dengan telinga yang kasar tulilah ia
Melihat dengan mata yang kasar butalah ia
Kisah yang akan antum baca ini terjadi di alam khayal tak di alam fakta.
Tiga santri tuli tak dapat mendengar, sudah pasti kita bisa menerka bila mereka bertemu lalu bicara tentang suatu perkara pasti tak akan nyambung. Syugifta si kutu buku, begitulah teman-temanya seasrama menjulukinya karna setiap hari ia tak lepas dari buku di tangannya. Lemarinyapun penuh dengan setumpuk buku. Faruk situkang pinjem, si faruk ini ga boleh ngeliat temennya punya barang baru. Barri si khusyu’ karena si Barri rajin banget belajarnya ke mesjidnya.
Mereka semua tiga santri yang pendengarannya rada-rada normal. Pada suatu kesempatan secara tidak sengaja mereka bertemu di bukit Gibas. Dari kejauhan Faruk melihat Syugifta sedang asyik membaca buku di bawah pohon mahoni, ia punya niatan ingin mendekati Syugifta. Sesampainya ia dihadapan Syugifta, Faruk berkata” Gif..! khusu’ banget ente, dimana ada kamu pasti di situ ada buku dasar kutu buku ente”. Syugifta yang tahu sifat temennya itu langsung saja menjawab dengan nada tinggi.” Faruk! Bisa ga ente ninggalin sifat buruk ente, coba jangan pinjem terus, sekali-kali beli! ini buku Cuma satu ane belum selesai baca kalau mau pinjem nanti aja kalau sudah ane baca semua”. Faruk berkata lagi” Gif, kemaren ane dari kopel beli pulpen dua yang satu merek pilot satunya lagi merek drawing pen, ente mau ga ane kasih yang drawing pen, sebab ane ga biasa nulis pake pulpen cair?”. Spontan Syugifta berdiri angkat suara” Faruk paham ga ente tadi ane ngomong apa sama ente? Jangan pinjem buku ini sebab buku ini sedang ane baca!” melihat gelagat yang nga beres Faruk meluruskan ucapannya.” Maksud ane begini Gif, kita kan sudah lama berteman ente sering nolong ane, sekarang ane mau berbuat baik sama ente, ni pulpen baru ane beli dari kopel, biar bermanfaat ane mau kasih ente, terima dong kita kan shohib ente jangan merasa terhina ane kasih pulpen, ini ni”mat dari Allah”. Syugifta semakin kesal melihat sikap Faruk, iapun berkata lagi” sekarang begini aja kalau ente maksa ingin pinjem buku ini ane kasih ente duit seharga buku ini silahkan ente beli sendiri di kopel dan jangan ganggu ane lagi, ente tahu hukum orang yang memaksa dan menggangu? Doooosa!. Faruk tersinggung melihat Syugifta mengeluarkan uang disangkanya ia telah minta tolong pada Syugifta untuk bayarin pulpennya itu, ia pun berkata”. Gif, demi Allah ane ikhlas ngasih pulpen
ke ente. Ente ngga perlu bayarin pulpen ini”. Disela-sela pembicaraan mereka lewatlah teman mereka Barri tergopoh-gopoh. Syugifta dan Faruk dengan sigap menghadangnya. Mereka akan meminta pendapat pada Barri tentang masalah yang mereka hadapi semenja tadi. Syugifta mengawali dengan sebuah pertanyaan. “ wahai Barri bagaimana pendapatmu bila ada seseorang meminjam sesuatu dengan cara paksa?”. Paruk menyelang dengan pertanyaan pula. “ wahai Barri bagaimana bila ada seseorang yang diberi shodaqoh lalu ia merasa terhina, kemudian ia hendak menggantikannya dengan sejumlah uang?”. Dengan tenang Barri menjawab.” Wahai saudaraku janganlah kalian berburuk sangka padaku. Karena kedatanganku kesini ingin meminta maaf pada kalian atas barang-barang yang aku temukan di jalanan sana. Aku tahu kalian menghadangku karena melihat barang-barang yang ada di tanganku. Tadinya aku akan bawa barang ini ke pak RT. Tapi karena aku sudah menemukan yang punyanya maka inilah barangnya kukembalikan pada kalian.”
DI MANA LETAK KESHUFIAN MEREKA?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
OKEY